SELAMAT DATANG DI SITUSKU
DIRIMU SEBENARNYA ADALAH APA YANG KAMU LAKUKAN DI SAAT TIADA ORANG LAIN YANG MELIHATMU (ALI bin ABI THALIB)

Sabtu, 10 Desember 2022

PENJARA BUKAN AKHIR SEGALANYA

"Penjara Bukan Akhir Segalanya", kalimat ini pertama kali saya dengar saat bertugas di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Wonosobo, tepatnya sekitar kurun waktu pertengahan tahun 2017 sampai menjelang akhir tahun tersebut. Pada saat itu, yang menjabat sebagai Kepala Rutan Kelas IIB Wonosobo adalah Bapak Akbar Amnur, salah satu alumni Akademi Ilmu Pemasyarakatan (sekarang POLTEKIP = Politeknik Ilmu Pemasyarakatan) terbaik Angkatan XXXII, dan kalimat "PENJARA BUKAN AKHIR SEGALANYA" inilah saya dengar pertama kali dari beliau.
Bagi saya sendiri selaku petugas Pemasyarakatan, terkadang miris dengan pandangan masyarakat umum yang sampai saat ini masih belum memahami dan mengerti sepenuhnya tentang pemasyarakatan. Kenapa saya sampai berpendapat demikian, hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat yang menyebut Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dengan sebutan "PENJARA". Padahal konsepsi Pemasyarakatan ini telah dicetuskan dan dikenalkan oleh Dr. Sahardjo sejak tahun 1964.
Selain itu, masih banyak juga masyarakat umum yang melakukan labelisasi atau stigmatisasi negatif kepada para eks warga binaan pemasyarakatan atau orang awam lebih familiar dengan istilah narapidana (NAPI). Masyarakat masih saja menganggap bahwa seorang eks narapidana, mantan pelaku tindak kejahatan, adalah seorang yang berperilaku tidak baik dan pasti akan mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya, atau bahkan tindak pidana lainnya, meskipun di dalam kehidupan bermasyarakat, para mantan narapidana ini telah menunjukkan hasil yang positif setelah mereka keluar dari Lapas atau pun Rutan. Misalnya dengan ikut berperan aktif di dalam kegiatan masjid, dalam kegiatan kemasyarakatan, dan sebagainya. Akan tetapi sampai saat ini masih ada yang berpendapat dan berpikir negatif tentang mereka, misalnya munculnya kalimat seperti "Ah paling-paling mereka aktif di kegiatan masjid, ikut kerja bhakti, cuma buat kamuflase aja, sekedar dalih aja, paling bentar lagi masuk penjara lagi".Pada awalnya saya bingung, kenapa sebagian masyarakat masih ada yang berpendapat seperti itu. Namun setelah sekian lama bertugas di lingkungan kerja Pemasyarakatan, dan ditempatkan serta dirotasikan di beberapa bagian teknis di UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pemasyarakatan, dan beberapa pengalaman, cerita, dan masukan baik dari Senior, Rekan satu Angkatan, dan Junior, ternyata pendapat masyarakat itu bersumber dari diri kita sendiri selaku petugas pemasyarakatan, baik itu secara di sengaja atau pun tidak.
Dalam hal ini saya tidak akan mengambil contoh dari orang lain, saya akan mencontohkan diri saya pribadi. Misalnya pada saat saya jalan atau istilah kerennya sekarang HANGOUT sama temen-temen sekolah dulu di pusat keramaian, terus ketemu dan disapa oleh mantan warga binaan. Pada saat temen saya tanya, itu tadi siapa, pasti kita akan jawab mantan napi, dan itu sudah reflek otomatis. Bukan menjawab temen di kerjaan misalnya, atau apalah jawaban yang lebih humanis. Ini hanya salah satu contoh kejadian, masih banyak juga kejadian-kejadian lain yang mungkin tidak sengaja dilakukan dan akhirnya menimbulkan stigma negatif tentang mantan warga binaan pemasyarakatan, bahkan stigma tersebut termemori di dalam isi kepala para warga binaan itu sendiri berdasarkan pengalaman dia saat di dalam Lapas/Rutan atau pun pada saat sudah kembali ke lingkungan masyarakat.
Pada saat dikenalkan dengan kalimat "PENJARA BUKAN AKHIR SEGALANYA" oleh beliau Bapak Akbar Amnur inilah saya mulai berpikir, bagaimana memperkenalkan Lapas/Rutan kepada masyarakat umum, supaya mereka tidak lagi berpikiran sempit dan negatif tentang warga binaan pemasyarakatan. Banyak hal yang beliau lakukan untuk merubah citra negatif penjara menjadi pemasyarakatan yang lebih manusiawi dan humanis. Beliau memberikan ide-ide positif untuk kemajuan pemasyarakatan, khususnya untuk Rutan Wonosobo pada saat itu. Pada saat belum adanya Layanan Video Call dan wartel Video Call seperti yang sekarang ini ada di dalam Lapas/Rutan seluruh Indonesia, beliau sudah memulai itu pada saat beliau memimpin Rutan Wonosobo. Kalau saya tidak salah ingat, pada saat memprakarsai LAVICA (Layanan Video Call) yang dimotori oleh Bapak Nurul Setyo Prihartanto dibantu para Tunas Pengayoman 2017. Dan LAVICA tersebut diresmikan secara langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, yang pada saat itu dijabat oleh Bapak Ibnu Chuldun, serta memperoleh penghargaan KRENOVA di tingkat Kabupaten dan Provinsi. Barulah pada saat maraknya Indonesia diserang oleh wabag COVID-19, layanan video call mulai ada di Lapas/Rutan seluruh Indonesia. Memang pemikiran beliau sangat visioner dan luar biasa, khususnya buat saya yang memiliki kapasitas dan kemampuan otak hanya cukup saja.
Selain meluncurkan layanan tersebut, beliau memberikan kebebasan kepada warga binaan untuk berkreasi, seperti bermain musik, menciptakan lagu, dan sebagainya. Pada intinya membuat suasana di dalam Rutan seperti bukan di dalam penjara seperti yang orang anggap di luar. Program pembinaan kemandirian dan kepribadian berjalan baik. Pembinaan keagamaan berjalan secara rutin dan lancar, kegiatan olahraga pun demikian. Bahkan, beberapa warga binaan diundang ke Jakarta untuk mengikuti Kegiatan Pameran yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM di komplek Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, yang mana salah satunya menampilkan hasil karya warga binaan serta menampilkan kreasi warga binaan. Pada saat itu, warga binaan Rutan Wonosobo menampilkan kesenian musik TEK-TEK. Dan yang lebih membanggakan lagi, tim TEK-TEK warga binaan Rutan Wonosobo tersebut, diundang untuk ikut terlibat dalam acara Indonesian Prison Art Festival (IPA Fest) tahun 2018 di Taman Ismail Marzuki sebagai salah satu rangkaian kegiatan peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan ke 54.
Selain menggalakkan program pembinaan secara padu dan kontinu, beliau juga melakukan brain storming kepada para warga binaan di dalam Rutan, bahwa Penjara bukanlah akhir dari segalanya. Beliau menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana adalah telah melakukan perbuatan yang salah dan keliru, dan harus menjalani sanksi pidana di dalam Lapas/Rutan, yang dikenal orang dengan nama Penjara. Akan tetapi bukan berarti bahwa setelah masuk penjara, masa depan para warga binaan sudah berakhir, sudah tidak mempunyai harapan lagi. Beliau berusaha membangkitkan semangat para warga binaan, berusaha memperbaiki pola hidup dan kebiasaan mereka yang kurang baik.
Kita kembali lagi ke kalimat "PENJARA BUKAN AKHIR SEGALANYA". Setelah sekian lama saya pindah tugas dari Rutan Wonosobo, ternyata Alloh SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa berkehendak lain. Saya kembali ditugaskan di Rutan Wonosobo dengan Tugas Jabatan yang sama, yaitu Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan (Ka.KPR). Pada mulanya saya ragu dan mulai berpikir negatif, apakah ini suatu bentuk hukuman disiplin atau apa. Namun setelah mendapatkan penjelasan dari Pimpinan, Kepala Divisi Pemasyarakatan, Bapak Supriyanto, dimana beliau menjelaskan bahwa ini sudah merupakan tugas negara dan perintah pimpinan, dan beliau menyadarkan saya bahwa memang sebagai seorang Alumni AKIP-POLTEKIP, kami harus siap ditempatkan dimana pun. Pendapat beliau dikuatkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, Bapak Yuspahrudin di dalam amanat beliau saat melantik kami di Aula Kresna Basudewa Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah. Dimana beliau menyampaikan bahwa jabatan adalah misteri, segala sesuatu bisa terjadi, dan yang paling penting jangan sampai berkecil hati, harus tetap semangat dan jadikan sebagai motivasi diri untuk semakin lebih baik lagi.
Hal tersebut memang benar terjadi, karena tugas Ka.KP Rutan Wonosobo Jilid 2 ini, saya dikenalkan dengan sosok alumni Angkatan XL, Mas Narya. Beliau yang menjabat sebagai Kepala Rutan Kelas IIB Wonosobo. Sekedar informasi, beliau bertugas mulai akhir tahun 2021 dan sampai saat saya membuat tulisan ini, beliau masih memimpin Rutan Wonosobo. Dari beliau saya belajar banyak hal, bahkan sebagai atasan beliau adalah sosok yang sangat santun, baik kepada saya selaku senior yang menjadi bawahan, atau pun kepada pegawai dari umum. Beliau juga sosok yang sangat taat dalam beribadah, dan jujur saya akui, kalau beliau adalah sosok yang sangat pintar.
Beliau berperan secara aktif di dalam pembinaan bagi warga binaan, mengupayakan hal-hal terbaik untuk pelayanan bagi warga binaan dan keluarganya. Beliau sangat disiplin, tapi bukan disiplin mati, saya berani sampaikan bahwa beliau sosok yang sangat luar biasa. Saya berani sampaikan dan utarakan ini di tulisan saya ini karena bukan di depan beliau. Mas Narya ini sosok yang tidak suka dipuji dan disanjung. Bahkan pernah ada kejadian seorang warga binaan ditegur oleh beliau, karena terlalu memuji dan menyanjung beliau.
Dari apa yang saya alami dan lihat selama menjadi bawahan dan bekerja bersama Mas Narya inilah saya muncul sebuah kalimat untuk melengkapi kalimat "PENJARA BUKAN AKHIR SEGALANYA", dan versi lengkap kalimat tersebut saat ini "PENJARA BUKAN AKHIR SEGALANYA, TAPI SEMUA HARUS BERAKHIR DI PENJARA". Maksud kalimat tersebut adalah para warga binaan yang melakukan tindak pidana dan harus menjalani sanksi pidana di dalam penjara, tidak boleh berputus asa dan berkecil hati akan masa depan. Harus tetap semangat dan berpositif thinking atau berkhusnudzon kepada Alloh SWT bahwa ini suatu bentuk upaya yang diberikan Alloh SWT untuk melebur dosa-dosa atas kesalahan yang dilakukan. Yang terpenting harus selalu dan senantiasa memperbaiki diri agar lebih baik lagi dari sebelumnya. Namun semua pengalaman dan hal-hal buruk yang dulu sudah dilakukan, semua harus berakhir di dalam penjara, tidak boleh dibawa keluar setelah bebas nanti. Pada saat bebas nanti, para warga binaan diharapkan menjadi manusia baru, memang tidak bisa sepenuhnya seperti bayi yang baru lahir, akan tetapi harus tetap menjaga hati, jiwa, dan raga agar senantiasa berbuat baik dan melakukan hal-hal yang baik. Jangan pedulikan apa yang orang-orang anggapkan ke kita para warga binaan. Biarkan orang berpendapat, tepis dengan perbuatan baik. Belum tentu juga yang berpikiran negatif kepada para warga binaan, adalah sosok yang lebih baik. Yang paling penting untuk diingat bahwa "DIRI KITA YANG SEBENARNYA ADALAH APA YANG KITA LAKUKAN DI SAAT TIDAK ADA SEORANG PUN YANG MELIHAT KITA".
Itulah sekelumit pengalaman saya bertugas di tempat yang sama dengan jabatan yang sama sebanyak dua kali. Untuk rekan-rekan petugas pemasyarakatan yang mengalami hal seperti saya, tidak perlu berkecil hati dan tetap harus selalu semangat. Karena kita tidak tahu rencana Alloh SWT yang sebenarnya terhadap kita seperti apa, yakinlah bahwa semua pasti ada hikmah di balik semuanya. Dan buat para istri petugas pemasyarakatan siapapun yang membaca ini, dampingilah suami Anda dengan sepenuhnya. Beruntung bagi saya memiliki istri yang selalu mendukung saya meskipun dalam kondisi seperti apapun. Untuk istri saya tercinta, Igit Meilia Setyowati, terima kasih karena telah mempercayakan hidupmu dan masa depan kamu kepada saya. Terima kasih karena telah dengan sabar mendukung dan memberikan support yang luar biasa kepada saya, sampai saya berada di posisi saat ini. Dan ingat untuk rekan-rekan petugas pemasyarakatan, bahwa benar adanya kalau dibalik kesuksesan seorang suami, pasti ada istri yang sangat luar biasa mendukung dan memberikan support. Jangan kita sombong, kalau apa yang kita raih, posisi yang kita miliki, adalah murni usaha kita sendiri. Biar bagaimanapun, ada peran dan dukungan istri dibelakang kalian.
Tetap semangat
Senantiasa Jaga Kesehatan
Selalu Waspada jangan-jangan
dan....
SALAM PEMASYARAKATAN !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar