SELAMAT DATANG DI SITUSKU
DIRIMU SEBENARNYA ADALAH APA YANG KAMU LAKUKAN DI SAAT TIADA ORANG LAIN YANG MELIHATMU (ALI bin ABI THALIB)

Jumat, 11 November 2022

10 PRINSIP PEMASYARAKATAN

Sepuluh prinsip pokok pemasyarakatan ini, ditetapkan di dalam Konferensi Dinas Derektoral Pemasyarakatan di Lembang, Bandung tahun 1964, dimana terjadi perubahan istilah pemasyarakatan dimana jika sebelumnya diartikan sebagai anggota masyarakat yang berguna menjadi pengembalian integritas hidup-kehidupan-penghidupan, berganti dengan konsep baru yang diajukan oleh Dr. Saharjo, SH berupa konsep hukum nasional yang digambarkan dengan sebuah pohon beringin yang melambangkan pengayoman dan pemikiran baru bahwa tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. Adapun 10 Prinsip Pokok Pemasyarakatan tersebut sebagai berikut :
  1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
    • Bekal hidup yang dimaksud disini adalah bukan berupa bantuan finansial atau pun material, tetapi hal yang lebih penting dan mendasar, yaitu mental, fisik (kesehatan), keahlian, keterampilan, sehingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensial serta efektif untuk menjadi warga negara yang baik, tidak melanggar hukum lagi, dan berguna dalam pembangunan negara (mampu ikut berperan serta di dalamnya)
  2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam dari negara.
    • Dalam hal ini, tidak boleh ada penyiksaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP), baik yang merupakan tindakan, ucapan, cara perawatan, atau pun penempatan. Satu-satunya derita yang dialami narapidana hendaknya hanya berupa dihilangkan kemerdekaannya.
  3. Berikan bimbingan, bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat.
    • Dengan kata lain, tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan. sehingga kepada para WBP harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan, serta diberikan kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau. Selain itu, WBP dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menghidupkan jiwa kemasyarakatannya.
  4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat dari pada sebelum dijatuhi pidana.
    • Salah satu cara diantaranya yaitu dengan tidak mencampur-baurkan narapidana dengan anak didik, narapidana dengan tahanan, yang melakukan tindak pidana berat dengan yang ringan dan sebagainya. Pada intinya perlu ada pemisahan-pemisahan baik dari segi tindak pidana, lamanya hukuman, residivis atau bukan. Untuk saat sekarang ini, hal tersebut sudah dilaksanakan oleh setiap UPT Pemasyarakatan di seluruh wilayah Indonesia, hanya saja di beberapa UPT masih kurang maksimal dalam pelaksanaannya karena terkendala tempat, sarana, dan prasarana.
  5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
    • Perlu ada kontak dengan masyarakat yang terjelma dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam Lapas dan Rutan/Cabrutan oleh anggota-anggota masyarakat bebas, atau pun kunjungan terkait kegiatan-kegiatan keagamaan, program kejar paket, dan kesempatan yang lebih banyak untuk berkumpul bersama sahabat dan keluarganya melalui kunjungan langsung maupun melalui sarana komunikasi yang disediakan oleh pihak Lapas/Rutan/Cabrutan. 
    • Yang dimaksud disini adalah apabila pidana hilang kemerdekaan menurut paham yang lama, adalah identik dengan pengasingan dari masyarakat, sedangkan menurut sistem pemasyarakatan, pengasingan yang dimaksud sebenarnya bukan secara geographical atau physical, tetapi tidak diasingkannya adalah secara cultural, jadi WBP tidak asing dengan perkembangan kehidupan di masyarakat. Karena nantinya berdasarkan proses pemasyarakatan, WBP akan dibimbing dan dibina secara bertahap menuju keluar lembaga dan kembali ke tengah-tengah masyarakat.
    • Terlebih lagi sistem pemasyarakatan memang didasarkan pada pembinaan yang dikenal dengan istilah "COMMUNITY CENTERED" serta berdasarkan pendekatan interaktivitas dan interdisipliner antara unsur pegawai, masyarakat, dan narapidana.
  6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja.
    • Pekerjaan harus satu dengan pekerjaan yang ada di masyarakat dan ditujukan kepada pembangunan nasional. Oleh karenanya, harus ada integrasi antara pekerjaan WBP dengan pembangunan nasional. Potensi-potensi kerja yang ada dalam Lapas harus berintegrasi dengan potensi pembangunan nasional.
  7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila
    • Maka pendidikan dan bimbingan tersebut harus berisikan asas-asas yang tercantum di dalamnya, seperti :
      1. WBP harus diberikan pendidikan tentang keagamaan serta diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadah sesuai agama yang dianutnya.
      2. WBP harus ditanamkan jiwa kegotong-royongan, jiwa toleransi, jiwa kekeluargaan, baik inter atau pun antar suku bangsa.
      3. WBP harus ditanamkan rasa persatuan dan kesatuan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga harus ditanamkan jiwa bermusyawarah untuk bermufakat secara positif dan untuk hal-hal yang baik.
      4. WBP harus diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan untuk kepentingan bersama serta kepentingan umum. 
  8. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia.
    • Dalam hal ini tidak diperbolehkan untuk mengungkit atau pun menyinggung perasaan WBP terkait perbuatan salah atau keliru yang telah dia lakukan. Label sebagai "PENJAHAT" harus dihilangkan, karena mereka para WBP hanya manusia yang salah atau pun keliru dalam mengambil langkah, atau pun di dalam pergaulannya. Banyak faktor tentunya yang membuat para WBP melakukan hal tersebut, hanya saja apa yang mereka lakukan salah atau pun keliru. Para Petugas Pemasyarakatan harus mampu membuat mereka berpikir secara positif menyikapi apa yang sudah mereka lakukan. Ubah pola pikir mereka, agar nantinya mampu kembali ke masyarakat dengan baik.
  9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
    • Sebagaimana telah dijelaskan pada point ke 5, bahwa pidana hilang kemerdekaan yang dimaksud adalah hanya secara geographical (terbatas ruang gerak / wilayah geraknya) dan physical (posisi WBP yang bersangkutan berada di dalam Lapas/Rutan), tetapi secara cultural mereka tetaap mendapatkan perlakuan yang sama, tentunya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan, baik itu secara substantif atau pun administratif. Jadi mereka masih boleh bersekolah (MOU Lapas/Rutan dengan SKB setempat), mendapatkan bimbingan keagamaan sesuai agama yang dianut, dan sebagainya. 
  10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif, dan edukatif dalam Sistem Pemasyarakatan.
    • Yang menjadi hambatan untuk melaksanakan sistem pemasyarakatan adalah warisan rumah-rumah penjara yang keadaannya menyedihkan dan sulit untuk disesuaikan dengan tugas pemasyarakatan yang letaknya di tengah-tengah kota dengan tembok tinggi dan tebal. Sehingga perlu didirikan lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan di dalam pelaksanaan program pembinaan, baik dari segi tempat, pola bangunan, fasilitas, dan sebagainya.
Demikian 10 Prinsip Pokok Pemasyarakatan yang mana dapat dikatakan bahwa 10 Prinsip Pokok Pemasyarakatan tersebut dapat dijadikan semacam kode etik dalam melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan pembimbingan bagi warga binaan pemasyarakatan sesuai sitem pemasyarakatan.

Sumber : Buku Refleksi 50 Tahun Pemasyarakatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar